Iman itu perkataan dan perbuatan. Demikian pengertian iman yang disampaikan oleh Imam Al-Muzani dalam Syarhus Sunnah karyanya.
Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,
وَالإِيْمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ مَعَ اعْتِقَادِهِ بِالجَنَانِ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالجَوَارِحِ وَالأَرْكَانِ
“Iman itu perkataan dan perbuatan, bersama dengan keyakinan dalam hati, ucapan dalam lisan, dan amalan dengan anggota badan.”
Iman secara bahasa dan secara istilah
Pembahasan kali ini membahasan tentang masalah iman. Iman secara bahasa diambil dari kata aman, tenang, dan membenarkan. Jadi iman bukan sekadar tashdiq (membenarkan). Iman itu membenarkan disertai dengan rasa tenang. Sebagaimana perkataan dalam surah Yusuf,
وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ
“Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.” (QS. Yusuf: 17)
Secara istilah, iman adalah perkataan dengan lisan, keyakinan dalam hati, amalan dengan anggota badan. Tidak disebut beriman kecuali dengan ucapan. Tidak manfaat ucapan kecuali dengan beramal. Tidak amalan kecuali menjalankan diin (sunnah Nabi). Ketiga hal ini saling melazimkan. Ketiga hal ini saling terkait. Sebagaimana hadits dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ
“Ingatlah di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh jasad akan ikut baik. Jika ia rusak, maka seluruh jasad akan ikut rusak. Ingatlah segumpal daging itu adalah hati (jantung).” (HR. Bukhari, no. 2051 dan Muslim, no. 1599)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Sudah diketahui bahwa iman itu menetapkan, tidak hanya membenarkan. Iqrar (menetapkan) ini di dalamnya terdapat perkataan hati, yaitu membenarkan, juga amalan hati, yaitu tunduk.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 7:638)
Imam Syafi’i rahimahullah berkata dalam kitabnya Al-Umm dalam Bab “Niat dalam shalat, di mana shalat tidaklah sah kecuali dengan niat, alasannya adalah hadits Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu,dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ’Sesungguhnya setiap amaln tergantung pada niat’. Kemudian Imam Syafi’i rahimahullah berkata,
وَكَانَ الْإِجْمَاعُ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ وَمَنْ أَدْرَكْنَاهُمْ يَقُولُونَ : الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَنِيَّةٌ لَا يُجْزِئُ وَاحِدٌ مِنْ الثَّلَاثِ إلَّا بِالْآخَرِ
“Berdasarkan ijmak dari sahabat dan tabi’in setelahnya dan siapa saja yang didapati dari mereka, mereka berkata, ‘Iman itu perkataan, perbuatan, dan niat. Salah satu tidaklah sah kecuali bersama dengan lainnya.’” (Majmu’ah Al-Fatawa, 7:209)
Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata, “Aku pernah bertemu dengan seribu ulama dari ahli hijaz, Makkah, Madinah, Kufah, Bashrah, Washith, Baghdad, Syam, Mesir, aku bertemu mereka berulang kali dari kurun ke kurun, mereka tidaklah berselisih dalam menyatakan bahwa iman itu perkataan dan perbuatan, hal ini berdasarkan firman Allah,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَۚوَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
‘Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.’ (QS. Al-Bayyinah: 5).”
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata, “Para ulama pakar fikih dan hadits bersepakat bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan. Tidak ada amalan kecuali dengan niat. Iman menurut mereka bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan maksiat. Ketaatan menurut mereka adalah bagian dari iman, kecuali yang menyelisihi hal ini adalah Imam Abu Hanifah dan sahabatnya yang berpendapat bahwa ketaatan tidak dinamakan iman. Mereka berkata bahwa iman hanyalah tashdiq dan iqrar. Sebagian mereka menyatakan iman ditambahkan adanya makrifah di dalamnya.” Lihat At-Tamhid karya Ibnu ‘Abdil Barr, 9:238.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Iman menurut pengertian syar’i tidaklah bisa terwujud kecuali dengan adanya keyakinan (i’tiqod), perkataan dan perbuatan. Demikian definisi yang disampaikan oleh kebanyakan ulama. Bahkan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal serta Abu ‘Ubaid juga ulama lainnya bersepakat bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim pada surah Al-Baqarah ayat 2).
Imam Al-Baghawi dalam Syarhus As-Sunnah berkata, “Para sahabat dan tabi’in serta ulama Ahlus Sunnah sesudahnya sepakat bahwa amalan termasuk bagian dari iman. Mereka berkata bahwa iman adalah perkataan, perbuatan, dan akidah (keyakinan).” (Syarh As-Sunnah, 1:38)
Sahl At-Tusturiy pernah ditanya tentang iman, apa itu iman? Sahl menjawab, “Iman adalah perkataan, perbuatan, niat dan mengikuti ajaran Nabi. Karena perkataan dan amalan tanpa didasari niat, maka itu termasuk kemunafikan. Jika perkataan, amalan, dan niat tanpa disertai tuntunan Nabi, maka itu adalah bid’ah.” (Majmu’ Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7:171)
Hakikat iman
Imam Al-Muzani mengatakan bahwa iman itu,
قَوْلٌ وَعَمَلٌ مَعَ اعْتِقَادِهِ بِالجَنَانِ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالجَوَارِحِ وَالأَرْكَانِ
“Iman itu perkataan dan perbuatan, bersama dengan keyakinan dalam hati, ucapan dalam lisan, dan amalan dengan anggota badan.”
Dari pengertian beliau rahimahullah, disimpulkan bahwa hakikat iman itu ada empat perkara:
Pertama: Perkataan hati yaitu pembenaran dan keyakinan.
Kedua: Perkataan lisan, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat.
Ketiga: Amalan hati, yaitu niat, ikhlas, cinta, patuh, menerima, dan tawakkal kepada Allah.
Keempat: Amalan lisan dan anggota badan, yaitu membaca Al-Qur’an, berdzikir, amalan anggota badan, berdiri shalat, dan rukuk.
Beberapa keyakinan dalam masalah iman
1- Ahlus Sunnah wal Jama’ah: Iman adalah keyakinan dalam hati, perkataan dalam lisan dan amalan dengan anggota badan.
2- Murji’ah: Iman adalah keyakinan dalam hati dan ucapan di lisan saja.
3- Karomiyah: Iman adalah ucapan di lisan saja.
4- Jabariyyah: Iman adalah pengenalan dalam hati saja.
5- Mu’tazilah: Iman adalah keyakinan dalam hati, ucapan dalam lisan, dan amalan anggota badan. Namun ada sisi yang membedakan Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah. Mu’tazilah menganggap bahwa pelaku dosa besar hilang darinya cap iman secara total dan kekal di neraka. Sedangkan Ahlus Sunnah, pelaku dosa besar masih diberi cap iman, akan tetapi ia dikatakan kurang imannya dan tidak kekal dalam neraka jika memasukinya.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
- Haqiqah Al-Iman wa Bida’ Al-Irja’ fi Al-Qadim wa Al-Hadits. Cetakan kedua, Tahun 1430 H. Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsri. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya.
- Iidhah Syarh As-Sunnah li Al-Muzani. Cetakan Tahun 1439 H. Syaikh Dr. Muhammad bin ‘Umar Bazmul. Penerbit Dar Al-Mirats An-Nabawi.
- Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah. Cetakan pertama, Tahun 1427 H. Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
- Syarh Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah li Syaikh Al-Islam Ibni Taimiyah. Cetakan kedelapan, Tahun 1429 H. Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan. Penerbit Darul Ifta’.
- Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
- Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani. Khalid bin Mahmud bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Juhani. alukah.net.
Selasa, 17 Syaban 1440 H, 22 April 2019 @ pesawat Garuda
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com